SEJARAH KOTA DEPOK

 Berawal pada akhir abad ke 17, tepatnya 18 Mei 1696 seorang saudagar Belanda, eks VOC, bernamaCornelis Chastelein (1657-1714) membeli tanah di Depok seluas 12,44 km persegi (hanya 6,2% dari luas kota Depok saat ini yang luasnya 200,29 km persegi) dengan harga 700 ringgit, dan pada tahun 1871, pemerintah kolonial memberi Depok status khusus yang memungkinkan daerah untuk membentuk pemerintah sendiri dan presiden yang artinya terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Daerah otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok.

 Asal Usul Kota Depok memiliki beberapa argumen. Pertama, Kata Depok sendiri berasal dari kata dalam bahasa Sunda yang berarti pertapaan atau tempat bertapa. Kedua, kata Depok merupakan sebuah akronim dari De Eerste Protestants Onderdaan Kerk yang artinya adalah Gereja Kristen Rakyat Pertama. Hal ini dikarenakan besarnya minat sang Tuan Tanah Cornelis Chastelein terhadap Zending, yaitu misi penyebaran Agama Kristen. Cornelis Chastelein menggunakan tanahnya untuk pertanian dan perkebunan, dan untuk mengelolanya Cornelis Chastelein memperjakan pekerja-pekerja dari Bali, Makasar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa, Pulau Rote bahkan Filipina. Keturunan para Pekerja tersebut diberi Nama Keluarga, yang sampai sekarang seringkali disebut sebagai Nama Keluarga Asli Depok atau dengan sebutan Belanda Depok. Nama-nama Keluarga tersebut adalah:


1.      Bacas
2.       Isakh
3.       Yakub
4.       Jonathan
5.       Joseph
6.       Laurens
7.       Leander
8.       Loen
9.       Sadokh
10.   Samuel
11.   Soedira
12.  Tholense.



(GPIB Imanuel yang sudah berusia 300 tahun)




 Daerah otonomi Chastelein yang dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok dikemudian hari dipimpin oleh seorang Presiden yang bernama Johanes Matheis Jonathans dan anaknya Presiden terakhir Cornelis Josef Jonathan. Gemeente Depok diperintah oleh seorang Presiden sebagai badan Pemerintahan tertinggi. Di bawah kekeuasaannya terdapat kecamatan yang membawahi mandat (9 mandor) dan dibantu oleh para Pencalang Polisi Desa serta Kumitir atau Menteri Lumbung.  Daerah teritorial Gemeente Depok meliputi 1.244 Ha, namun keadaan ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1952, Presiden Depok menyerahkan kekuasaan kota Depok kepada pemerintah Indonesia kecuali untuk beberapa daerah yaitu tanah-tanah Elgendom dan beberapa hak lainnya. Selama periode Bersiap tahun 1945 banyak kota Depok hancur dan banyak penduduknya dibunuh oleh 'Pemuda'. Sejak saat itu, dimulailah pemerintahan kecamatan Depok yang berada dalam lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung, yang meliputi 21 Desa.

II.           BIOGRAFI CORNELIS CHASTELEIN

Cornelis Chastelein (lahir di Amsterdam10 Agustus 1657 – meninggal di Depok28 Juni 1714 pada umur 56 tahun) adalah seorang tuan tanah di daerah Depok pada masa awal kolonisasi VOC di Jawa. Nama Chastelein tidak terpisahkan dari sejarah keberadaan sekelompok orang pribumi Kristen Protestan pertama di Asia, yang dikenal sebagai orang Belanda Depok. Chastelein juga diketahui sebagai salah satu orang yang menyimpan karya monumental Rumphius.
Cornelis lahir dari keluarga keturunan pedagang sebagai bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya adalah seorang Huguenot dari Perancis yang menetap di Belanda dan ibunya adalah anak wali kota Dordrecht, bernama Maria Cruydenier.
Pada usia 17 tahun, Cornelis berangkat dengan kapal ’t Huis te Cleeff pada tanggal 24 Januari 1675 ke Batavia, dan tiba 16 Agustus pada tahun yang sama. Di sana ia lalu bekerja sebagai pencatat pembukuan pada Kamer van Zeventien.
Kariernya cukup baik. Pada tahun 1682 ia telah menjadi pengusaha besar dan sejak 1691 ia menjadi ‘Tweede Oppercoopman des Casteels van Batavia’ (Pedagang besar kedua pada Kastil Batavia). Ketika Johan van Hoorn menjadi direktur jenderal VOC, nasibnya semakin membaik karena van Hoorn adalah bosnya dan mereka berteman baik.
Kemudian ia mengundurkan diri dan mendapat hak penguasaan tanah di "Siringsing" (sekarang Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan) sejak 1695, dekat "Pal 17", sekitar 25km selatan Batavia. Selanjutnya ia menguasai tanah di Depok, pada "Pal 21" dengan membelinya pada 18 Mei 1696. Seluruh komplek tanah yang dijadikan perkebunan olehnya kemudian dinamai "Depok", meskipun mencakup areal yang terletak di Depok,Mampang, Karanganyar, dan dua lahan kecil di tepi Ci Liwung antara Batavia dan Buitenzorg.
Pada tahun 1704 Chastelein membeli sebidang lahan yang sudah dikuasai sebelumnya olehnya. Tanah ini diberi nama Weltevreden (sekarang Gambir, Jakarta Pusat). Di sini ia menanam kopi, sebagai percobaan pertama perkebunan kopi yang dilakukan di Indonesia. Lahan di Depok ditanami lada. Untuk membantunya mengurus kebun lada, ia mempekerjakan keluarga budak dari Ambon, seperti Laurens dan Loen. Mengenai kegiatannya ini Chastelein menulis di buku kenangannya "Invallende Gedagten ende aenmerckinge over de Coloniën" (1705).
Budak-budak Chastelein berasal dari berbagai suku di Indonesia: BaliAmbonBugis, dan Sunda. Konon, Chastelein dikenal anti-perbudakan, karena menurut dewan gereja perbudakan bertentangan dengan ajaran Injil, khususnya bila budaknya beragama Kristen. Karena itu, hingga kematiannya pada 1714 tercatat sekitar 200 orang dibebaskan olehnya dari perbudakan setelah memeluk Kristen Protestan. Terdapat 12 keluarga (marga) yang dibebaskan olehnya. Mereka inilah yang kelak populer dengan sebutan "Belanda Depok". Kelompok ini juga diklaim sebagai kelompok protestan pertama di timur.
Pada tahun 1704 Chastelein kembali bekerja di VOC sebagai anggota dewan luar biasa. Baru pada tahun 1708 ia diangkat sebagai anggota biasa hingga akhir hayatnya pada tahun 1714.
Chastelein menikah dengan Catharina van Quaelborg dan memiliki seorang putra, Anthony. Dia diketahui juga memiliki putri angkat berdarah campuran (Indo) bernama Maria. Sepeninggalnya, lahan seluas 1240ha di Depok dihibahkannya kepada ke-12 famili bekas budaknya sampai keturunan-keturunannya: Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezeeten ende gebruyke ("Tanah ini dihibahkan kepada setiap dari mereka berikut keturunannya dengan kepemilikan sepanjang diperlukan") demikian tertulis dalam surat wasiatnya.

III.        PERKEMBANGAN KOTA DEPOK
 Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa, yaitu :

1.    Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoram Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapan Jaya, Desa Rangkapan Jaya Baru.
2.    Kecamatan Beji, terdiri dari 5 (lima) Desa, yaitu : Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.
3.      Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu : Desa Mekarjaya, Desa Sukma Jaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, Desa Kalimulya.

 Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berganti menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan, sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (Kecamatan) dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu :

1.      Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahjn Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
2.      Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurah Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.
3.      Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Suka Maju,. Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Kali Jaya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, Kelurahan Tirta Jaya.

 Hari bersejarah Kota Depok, Berdasarkan Undang–Undang Nomor 15 Tahun 1999, tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999, dan diresmikan tanggal 27 April 1999 berbarengan dengan Pelantikan Penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.
Berdasarkan Undang–Undang Nomor 15 Tahun 1999, wilayah Kota Depok meliputi wilayah Administratif Kota Depok, terdiri dari 3 (tiga) kecamatan sebagaimana tersebut di atas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu:

1.   Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) kelurahan dan 12 (dua belas) desa, yaitu: Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.
2.   Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) desa, yaitu: Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.
3.    Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) desa, yaitu: Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
4.    Dan ditambah 5 (lima) desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu: Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.

 Dengan demikian melalui UU nomor 15 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, Depok meningkat statusnya menjadi Kotamadya atau Kota. Menurut Undang-Undang tersebut, wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Depok memiliki uas wilayah 20.504,54 Ha yang meliputi :

1.      Kecamatan Beji, terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah 1614 Ha.
2.      Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 kelurahan dengan luas wilayah 3.398 Ha.
3.   Kecamatan Pancoran Mas, dengan pusat pemerintahan berkedudukan dikelurahan Depok, terdiri dari 6 Kelurahan dan 6 Desa dengan jumlah penduduk 156.118 jiwa dan luas wilayah 2.671 Ha.
4.      Kecamatan Limo, terdiri dari 8 desa dengan luas wilayah 2.595,3 Ha.
5.     Kecamatan Cimanggis, terdiri dari 1 kelurahan dan 12 desa dengan luas wilayah 5.077,3 Ha.
6.      Kecamatan Sawangan, terdiri dari 14 desa dengan luas wilayah 4.673,8 Ha.

 Pemekaran Kecamatan di Kota Depok dari 6 (enam) menjadi 11 (sebelas) kecamatan merupakan implementasi dari Perda Kota Depok Nomor 08 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kota Depok, yang diharapkan akan berdampak positif bagi masyarakat. Dengan bertambahnya jumlah kecamatan tersebut, akan semakin mendekatkan pelayanan sehingga memudahkan masyarakat dalam mengurus berbagai keperluannya yang membutuhkan layanan aparatur pemerintah di kecamatan.

 Di samping itu, dengan pemekaran ini menjadikan setiap kecamatan hanya akan membawahi empat hingga tujuh kelurahan saja, di mana sebelumnya 6 hingga 14 Kelurahan, diharapkan camat dapat lebih intensif untuk berkoordinasi dengan para Lurah dan aparaturnya sehingga dapat memperkokoh fungsinya dalam mensukseskan program-program yang digulirkan Pemkot melalui berbagai OPD.
Adapun selangkapnya nama-nama kecamatan dan kelurahan hasil pemekaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007 sebagai berikut:

1.  Kecamatan Beji meliputi wilayah kerja: Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kukusan, dan Kelurahan Tanah Baru.
2.      Kecamatan Pancoran Mas meliputi wilayah kerja: Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkap Jaya Baru, dan Kelurahan Mampang.
3.    Kecamatan Cipayung meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cipayung, Kelurahan Cipayung Jaya, Kelurahan Ratu Jaya, Kelurahan Bojong Pondok Terong, dan Kelurahan Pondok Jaya.
4.  Kecamatan Sukmajaya meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Abadijaya, Kelurahan Tirtajaya, dan Kelurahan Cisalak.
5.    Kecamatan Cilodong meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, dan Kelurahan Jatimulya.
6.  Kecamatan Limo meliputi wilayah kerja: Kelurahan Limo, Kelurahan Meruyung, Kelurahan Grogol, dan Kelurahan Krukut.
7. Kecamatan Cinere meliputi wilayah kerja: Kerurahan Cinere, Kelurahan Gandul, Kelurahan Pangkal Jati Lama, dan Kelurahan Pangkal Jati Baru.
8.  Kecamatan Cimanggis meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cisalak Pasar, Kelurahan Mekarsari, Kelurahan Tugu, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kelurahan Harjamukti, dan Kelurahan Curug.
9.      Kecamatan Tapos meliputi wilayah kerja: Kelurahan Tapos, Kelurahan Leuwinanggung, Kelurahan Sukatani, Kelurahan Sukamaju Baru, Kelurahan Jatijajar, Kelurahan Cilangkap, dan Kelurahan Cimpaeun.
10.  Kecamatan Sawangan meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sawangan, Kelurahan Kedaung, Kelurahan Cinangka, Kelurahan Sawangan Baru, Kelurahan Bedahan, Kelurahan Pengasinan, dan Kelurahan Pasir Putih.
11.  Kecamatan Bojongsari meliputi wilayah kerja: Kelurahan Bojongsari, Kelurahan Bojongsari Baru, Kelurahan Serua, Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Curug, Kelurahan Duren Mekar, dan Kelurahan Duren Seribu.

 Kota Depok selain sebagai kota otonom yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman dibuktikan dengan berkembangnya Kota Depok, menjadi kota dengan populasi hampir 2 juta jiwa. Selain kota pemukiman, Depok juga dijadikan, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata, dan sebagai kota resapan air.
Perkembangan Depok tidak dapat dipisahkan daripada para pendahulu Walikota yang telah mengukoir beragam prestasi. Nama-nama Walikota yang telah dan sedang memimpin Kota Depok, berikut tahun periodenya, yaitu sebagai berikut:
1.       Drs. Moch. Rukasah Suradimadja (1982-1984)
2.       Drs. H. M. I. Tamdjid (1984-1988)
3.       Drs. H. Abdul Wachyan (1988-1991)
4.       Drs. H. Sofyan Safari Hamim (1992-1996)
5.       Drs. H. Badrul Kamal (1997-2005)
6.       Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, Msc. (2005-2010) (dilantik pada tanggal 26 Januari 2006)
7.       Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, Msc. (2010-Sekarang)
 Depok saat ini dikenal sebagai Kota Belimbing, Kota Cyber dan Kota Petir. Belimbing yang terkenal dari kota Depok adalah belimbing dewa. Buahnya yang berwarna kuning-orange keemasan, mengandung vitamin C dan A yang cukup tinggi. Rasa manisnya dipercaya sebagai obat herbal penurun darah tinggi/hipertensi, kencing manis, nyeri lambung, dan lain-lain. Belimbing sangat Prospektif dikembangkan di kota Depok dan kini telah menjadi buah unggulan kota Depok, Kecanggihan, digitalisasi dan tingginya angka penggunaan teknologi cyber membuat kota Depok disebut Kota Cyber. Kota Depok dijuluki Kota Petir, dikarenakan Kota Depok adalah satu-satunya kota di dunia yang terdapat petir paling berbahaya di dunia.

 Kota dengan Kordinat LS 6° 22' 21 BT 106° 49' 39 dengan total luas wilayah 200,29 km2(7,733 mil²) dengan jumlah Penduduk mencapai 1.738.570 Jiwa (2010) dan kepadatan penduduknya 8.746/km2 (22.65/sq mi), dengan data diatas dapat disimpulkan bahwa Kota Depok dapat disebut sebagai kota besar dan salah satu kota dengan perkembangan terbaik di Indonesia.

 Kota Depok menyediakan 127 Sarana Pendidikan berupa sekolah mulai dari PAUD sampai SLTA dan sederajatnya, tidak ketinggalan 9 universitas termasuk politehnik dan pendidikan diploma, salah satunya adalah Universitas ternama Universitas Indonesia, meskipun memiliki Terminal yang dapat dikatakan kecil untuk kota berkembang seperti Depok, namun terminal Ini menyediakan  49 trayek kendaraan umum untuk keluar masuk Kota Depok dengan beragam kendaraan roda empat keatas sebagai sarana transportasi umum bagi masyarakat Depok dengan jumlah armada kemungkinan lebih dari 8000 unit total kendaraan umum yang keluar masuk Kota Depok melalui terminal Depok.

 Kota Depok melengkapi perkembangannya dengan memiliki 19 pusat perbelanjaan tradisional dan modern, salah satunya yang menjadi kebanggaan warga Depok adalah Margo City, disana terletak rumah tua saksi sejatrah yang dilestarikan menjadi sebuah cafe.  Kota Depok juga ditunjang dengan sedikitnya 15 Rumah Sakit Uum dan Bersalin, belum termasuk ratusan Klinik dan Praktek Dokter, namun salah satunya adalah RS. Harapan, sebuah bangunan bekas gedung pemerintahan zaman kolonial yang diubahkan menjadi Rumah Sakit, berbeda dengan cafe di Margo City yang mengalami pelestarian dan pemeliharaan juga renovasi yang modern, RS. Harapan terlihat tua dan tertinggal dari Rumah Sakit lainnya.

IV.        SITUS-SITUS SEJARAH KOTA DEPOK
1.      Tiang Telpon
2.      Jalan Pemuda dan GPIB Imanuel
3.      RS. Harapan
4.      Cafe @ Margocity
5.      Jembatan Panus dan Kali Ciliwung
6.      7 sumur & Rumah di Kramat Beji
7.      Yayasan LCC
8.      Sekolah: SD Pancoran Mas II & Kasih
9.      Pemakaman Warga 12 Nama Keluarga & Makam Presiden Depok

Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian mendapat status kota administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan, yang dibagi menjadi 63 kelurahan.
Depok merupakan kota penyangga Jakarta. Ketika menjadi kota administratif pada tahun 1982, penduduknya hanya 240.000 jiwa, dan ketika menjadi kotamadya pada tahun 1999 penduduknya 1,2 juta jiwa. Universitas Indonesia (kecuali Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, dan sebagian Program Pasca Sarjana) berada di wilayah Kota Depok.
Sejak bulan Juni 2012, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail telah menetapkan program One Day No Car, yaitu program satu hari tanpa mobil bagi pejabat pemerintahan Kotamadya Depok. Program ini dilakukan setiap hari Selasa. [2]
Di tahun 2015, Depok merupakan satu dari 10 kota di Indonesia yang mendapatkan Penghargaan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.[3] Penghargaan ini diberikan kepada pemerintah daerah yang mampu meningkatkan pendapatan daerah. Setiap tahun, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) "disetor" ke Kementerian Dalam Negeri sebagai indikator tingkat keberhasilan suatu pemerintahan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
sumber : http://pdmyohanesh.blogspot.com/2013/09/depok-kota-sejarah.html
             https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Depok

Komentar